Judul diatas bukanlah ramalan dari kitab suci suku maya ataupun dari ramalan orang yang dikenal "Pintar" namun merupakan hasil dari prediksi beberapa ahli transportasi seperti supir metromini, supir angkot hingga para penumpang kendaraan umum seperti saya. Tak dapat dipungkiri kebutuhan akan moda transportasi massal dikota megapolitan ini semakin mendesak dan tak mampu ditunda lagi.
Ketersediaan dan kemudahan sarana transportasi saat ini pada kenyataannya tak sepenuhnya dapat dinikmati masyarakat secara merata, hanya satu yang dapat dinikmati secara merata oleh masyarakat di jakarta saat ini, yaitu macet yang sudah semakin merata. kemacetan saat ini tidak hanya terjadi pada jam- jam tertentu dan pada titik- titik tertentu saja, namun bisa terjadi sepanjang waktu dan dimana saja.
Kebutuhan akan moda transportasi massal ini bukan tidak diusahakan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, sudah ada upaya seperti pembuatan dan pengunaan jalur khusus bus transjakarta yang hingga kini telah mencapai 9 koridor, ada upaya mengunakan jalur water way anmun terkendala saluran air yang "sesak" dengan sampah dan monorail yang hingga kini hanya tersisa tiangnya sebagai bukti "kesungguhan" dari pemerintah dalam membangun sarana publik yang dapat menjadi solusi dari permasalahan transportasi di Jakarta.
Ada satu lagi moda transportasi massal yang banyak menjadi penopang kegiatan jutaan masyarakat di Jakarta tiap harinya, yaitu kereta rel listrik (KRL). Moda transportasi ini dapat mengangkut ratusan penumpang dalam sekali lintasan, bahkan terkadang hingga ribuan pada jam- jam padat. KRL yang ada dijakarta mengangkut masyarakat disekitar JABODETABEK. Harganya yang murah menjadi pilihan terutama bagi warga yang tinggal dipinggiran kota jakarta, namun walaupun semakin mendesaknya kondisi ini tak menjadikan KRL semakin baik dan meningkat pelayanannya. Pada jam- jam sibuk dan padat penumpang banyak dari penumpang yang memilih untuk naik diatas atap kereta, hal ini menimbulkan keresahan bukan saja bagi PT. KAI sendiri, namun juga bagi orang- orang yang melihatnya karena amat sangat berbahaya bagi para penumpang tersebut. beberapa upaya dilakukan untuk mengusir para penumpang yang naik ke atap kereta tersebut, salah satunya dengan melakukan penyemprotan cairan berwarna pada para penumpang pada titik- titik lintasan tertentu, beberapa kali terjadi keributan antara warga dengan petugas yang menertibkan.
Hal yang dilakukan para penumpang ini sebenarnya amat sangat mudah dipahami apabila para pembuat kebijakan diatas sana yang gajinya puluhan juta rupiah itu mau sesekali ikut berhimpit- himpit dan berpanas- panas ria menikmati perjalanan panjang didalam kereta api yang bukan hanya tak nyaman tapi juga tak aman.
Berharap nantinya mereka dapat ikut merasakan bagaimana "indah"nya menjadi masyarakat kecil yang hanya butuh dimanusiakan sebagai manusia yang sesungguhnya bukan manusia yang diberlakukan layaknya tumpukan daun pisang, daun singkong, ikan asin bahkan ayam siap potong didalam kereta.
Upaya peningkatan layanan bukan tidak pernah dilakukan oleh PT. KAI sebagai perusahaan yang me"monopoli" jasa perkeretaan di Indonesia, salah satunya upaya yang saat ini tengah diuji cobakan yaitu commuter line. Commuter Line sendiri merupakan pola operasi baru KRL yang menggabungkan pengoperasian KRL Ekonomi AC, dan KRL Ekspres.
KRL Commuter Line seluruhnya dilengkapi AC, dan berhenti di setiap stasiun di lingkup daerah operasional Jabodetabek. Tarifnya rata-rata Rp7000 Sementara tarif KRL Ekonomi Rp2000. Dalam pengoperasiannya, jadwal KRL Commuter Line bersamaan dengan KRL Ekonomi, dengan rasio 3 banding 1. Artinya, tiga KRL Commuter Line dan satu KRL Ekonomi. Kedua jenis kereta api ini juga tidak diperbolehkan saling mendahului, harus sesuai jadwal yang ditentukan.
Peningkatan pelayanan dan fasilitas diharapkan tidak hanya terjadi pada kereta ataupun moda transportasi bagi kalangan menengah keatas, namun juga untuk masyarakat menengah kebawah. sehingga terlihat upaya pemerintah dalam memenuhi rasa keadilan masyarakat yang selama ini telah tercompang- campingkan atas nama "perbedaan".
Dan semoga 2015 sudah ada solusi yang tepat guna mencairkan masalah kemacetan di Ibukota yang sangat komplek dan membutuhkan penanganan yang tepat. sehingga tak perlu ada lagi tradisi "jam karet" akibat macet dan kawan- kawannya di Jakarta.
Curahan Hati: Ahli Transportasi Umum "Penumpang Angkot"
Pondok Labu, 050711 02.32 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar